
Senin, 12 November 2012
Rabu, 07 November 2012
R E B O I S A S I H U T A N
Merusak itu mudah. Apa pun urusannya, apa pun konteks dan
waktunya, merusak itu mudah. Pohon mahoni berumur 2 tahun yang sudah setinggi
kirakira 3 meter, lalu ditebang hanya dalam waktu kurang dari 10 menit. Waktu
dua tahun menanti sebuah pohon untuk tegak, hijau dan memberikan manfaat pada kehidupan
bukanlah waktu yang sekejap. Selain itu butuh energi dan dana untuk
membangunnya lagi. Begitu pun dengan reboisasi hutan. Dana yang dibutuhkan dan
dikeluarkan untuk reboisasi banyak hutan yang rusak bukanlah perkara mudah. Ada birokrasi tertentu
yang terkadang membuat dana tersebut terhambat keluar.
Jutaan hektar sudah hutan Indonesia rusak. Pada 2007,
pemerintah menyediakan dana sebesar 5,7 triliun untuk menanami kembali hutan
seluas 2 hektar. Tinggikah nilai itu? Mungkin masih kurang karena Indonesia
kehilangan hutannya sekitar 2,8 juta hektar setahun. Padahal, reboisasi
bukanlah sulap. Reboisasi adalah proses panjang yang membutuhkan banyak pihak
untuk saling bekerja sama.
Reboisasi Hutan agar Bumi Tetap Hijau
Hutan merupakan bagian penting dalam siklus karbon global
karena pepohonan di dalamnya menyerap karbon dioksida melalui proses
fotosintesis. Dengan menyerap karbon dari permukaan bumi, hutan berfungsi
sebagai penyimpan karbon dalam jumlah banyak. Meskipun banyak karbon dihasilkan
dan meracuni udara bumi, pohon bisa menyerapnya dengan baik. Dengan demikian, melestarikan
hutan adalah upaya efektif mencegah (memperlambat) terjadinya pemanasan global.
Ada 4 strategi inti yang bisa dilakukan untuk mengurangi
jumlah emisi karbon melalui pengelolaan hutan, yakni dengan meningkatkan jumlah
tanah hutan melalui proses reboisasi, meningkatnkan kepadatan karbon di
hutan-hutan melalui proses reboisasi, meningkatnkan kepadatan karbon di
hutan-hutan yang sudah ada, dan mengurangi pengeluaran emisi karbon yang menyebabkan
gundulnya hutan dan semakin terpolusinya bumi.
Reboisasi adalah strategi yang tepat untuk dilakukan. Untuk
melaksanakan program reboisasi, dibutuhkan usaha yang besar dan menyeluruh.
Meski terkesan sulit, banyak organisasi di dunia yang berusaha mengampanyekan penanaman
pohon untuk memerangi emisi karbon yang mengakibatkan perubahan iklim. Sebut
saja di Cina, Jane Goodall Institute meluncurkan proyek Jutaan Pohon di wilayaj
Kulun Qi, pedalaman Mongolia .
Lokasi tersebut dipilih agar proses penggurunan terhenti.
Cina sendiri telah memanfaatkan lahan seluas 24 miliar meter
persegi untuk membuat dan menanami hutan baru serta menumbuhkan kembali hutan
alami untuk mengurangi emisi bahan bakar minyak yang terjadi di Cina sejak
tahun 2000. Sementara itu di Pulau
Jawa , Indonesia ,
diterapkan peraturan agar para calon pengantin memberikan 5 semaian (bibit)
kepada penasihat pernikahannya, agar mereka bisa menanamnya untuk mencegah
pemanasan global. Sementara itu jika ada pasangan yang bercerai, ia harus
memberi 25 semaian kepada mantan pasangannya tersebut.
Strategi reboisasi yang kedua adalah bagaimana memilih
spesies untuk ditanam di hutan. Secara teori, menanam pohon jenis apa pun
membantu pertumbuhan hutan untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Namun di
sisi lain, sebuah pohon yang sudah dimodifikasi susunan genetisnya bisa tumbuh lebih
cepat dari pohon normal. Pepohonan seperti ini banyak digunakan di industri
biofuel dan kayu. Pohon yang bisa tumbuh dengan cepat ini tak hanya menguntungkan
ditanam bagi pelaku industri, tetapi juga baik jika ditanam di hutan untuk
dapat menyerap karbon secara lebih cepat.
Pengelolaan Program Reboisasi Hutan
Pelaksanaan reboisasi untuk area yang luas bisa dilakukan
dengan mengukur luas hutan dan mengebor (melubangi) area tersebut agar
pohon-pohon yang ukurannya besar bisa ditanam dengan baik. Pemupukan secara
alami bisa dilakukan di area yang kurang subur tanahnya. Permasalahan yang kini
masih menjadi perdebatan dalam pengelolaan reboisasi adalah apakah hutan hasil reboisasi
akan memiliki biodiversitas yang sama dengan hutan yang sebelumnya.
Jika hutan yang lama digantikan hanya oleh satu spesies
pohon tertentu dan beragam tumbuhan lain dilarang untuk tumbuh, sebuah hutan
homogen adalah hasilnya. Akan tetapi, kebanyakan program reboisasi hutan
melingkupi penanaman berbagai jenis spesies tanaman yang diambil dari beragam
tempat.
Faktor penting lainnya adalah regenerasi alami atas beragam
tanaman dan hewan yang mungkin terjadi. Di beberapa wilayah, kebakaran hutan
selama beberapa ratus tahun terakhir menyisakan beberapa spesies tanaman tua di
hutan tersebut. Sayangnya, pengelolaan reboisasi ini berbentrokan dengan
penggunaan lahan lainnya, seperti memproduksi makanan, menggembalakan ternak,
dan perlunya area kehidupan yang memadai luasnya demi pertumbuhan ekonomi.
Selain itu bagi mereka yang skeptis, disinyalir terdapat risiko yakni karbon
yang terserap di dalam hutan hasil reboisasi bisa kembali naik ke atmosfer jika
terjadi kebakaran hutan.
Meski demikian, banyak ahli lingkungan yang meyakini bahwa
reboisasi adalah salah satu cara efektif membuat bumi menjadi lebih muda. Hal
ini pun diyakini oleh banyak negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Cina.
Di Amerika Serikat, pengelolaan sumber daya hutan dan kegiatan penanaman
kembali setelah ‘panen’ kayu adalah salah satu program penting dalam menjaga
hutan. Sementara itu di Jerman, proses reboisasi dibutuhkan sebagai bagian dari
hukum federal hutan. 31% area Jerman telah dijadikan hutan, itulah data yang didapatkan
dari pemerintahnya pada tahun 2001 – 2003.
Reboisasi Hutan: Program “One Man, One Tree”
Apa kabar program "one man, one tree"? Masihkah
gaungnya senyaring pada saat diluncurkannya? Proyek "one billion
tree" yang juga dideklarasikan oleh pemerintah, tinggal slogankah atau ada
implementasinya hingga saat ini? Tidak mudah mengubah pola pikir sebuah
generasi. Dari pola pikir perusak, mau menang dan enak sendiri, ke arah pola
pikir membangun dan memberi. Bila saja setiap individu di Indonesia ini
dididik untuk lebih banyak memberi dan membangun, tentunya penanaman kembali hutan
tidak akan menjadi masalah lagi. Semua orang ingin memberi dan membangun tanpa
merusak. Bukti keseriusan pemerintah menangani reboisasi hutan belum terlalu
terlihat. Malahan program masyarakat melalui LSM-LSM peduli lingkunganlah yang
proyek reboisasinya banyak dan lumayan terlihat bayangannya.
Bumi yang semakin meradang ini butuh selimut berupa kanopi
hijauan daun yang dapat menurunkan temperatur hingga 3 derajat per pohon yang
rindang. Tapi kini, hutan kota
pun tak mampu membuat udara sedikit sejuk. Ini berarti efek dari pemanasan
global sudah tiba atau mungkin ini bukan efeknya, melainkan sudah menjadi
akibat dari pemanasan global yang sudah datang, bukan hanya mengintip.
Reboisasi Hutan: Hutan Mangrove dan Karang Laut
Keberadaan hutan mangrove tidak hanya sebagai penahan abrasi
pantai tapi juga sebagai penyaring polusi. Tapi ternyata biaya reboisasi hutan
mangrove tidak murah. Sebagai contoh, biaya reboisasi hutan mangrove di Lampung
adalah 3 miliar. Belum lagi tempat lain. Ratusan miliar yang dibutuhkan untuk menghijaukan
lagi tepian pantai. Selain itu, dibutuhkan tenaga orang-orang yang berdedikasi
tinggi untuk memeliharanya.
Bila pernah menyusuri pantai mangrove di Bali
yang kini sudah dijadikan objek wisata, maka para pelaku penanaman kembali
hutan mangrove di tempat lain tentu akan semakin semangat. Betapa tidak.
Manfaat hutan mangrove sangat banyak. Hutan mangrove merupakan habitat yang
sangat tepat bagi para ikan. Jadi para nelayan akan sangat diuntungkan dengan
adanya hutan mangrove ini.
Karang laut ternyata penyerap polusi yang cukup hebat. Tapi
dengan banyaknya kerusakan akibat penangkapan ikan dengan bom dan karangkarang
laut yang disalahgunakan membuat semakin rusak dan hilanglah karang laut
tersebut. Biaya reboisasi hutan karang laut tentu lebih mahal lagi. Selain proses
pelaksanaan yang membutuhkan keahlian khusus, peralatannya juga khusus. Akan
tetapi Indonesia masih
beruntung dengan adanya segelintir orang yang dengan semangat pembangunan
merelakan diri dan mengabdikan ilmunya demi keselamatan karang laut Indonesia .
Sumber : http://www.anneahira.com/reboisasi-hutan.htm
Pengelolaan Kawasan Konservasi Terbuka Untuk Masyarakat
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk mengelola kawasan konservasi hutan lindung. Langkah tersebut diharapkan mampu mengurangi tingkat kerusakan hutan lindung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan konservasi.
Tujuan konservasi tidak hanya perlindungan kenekaragaman hayati saja, tetapi juga pemanfaatannya bisa mensejahterkan masyarakat sekitarnya,” katanya Jum’at (19/10) di Fakultas Kehutanan UGM.
Dalam Seminar Nasional “Menata Ulang Arah Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya Bagi Kesejahteraan Rakyat Secara Berkelanjutan” Zulkifli mengatakan sebelumnya dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1990 diatur pengelolaan kawasan konservasi sepenuhnya dikelola oleh negara. Sementara dalam Rancangan Undang-undang Kenekaragaman Hayati (Kehati) membuka peluang adanya pihak swasta termasuk masyarakat untuk mengelola kawasan konservasi.
Menurut Zulkifli dukungan masyarakat sekitar hutan menjadi penting dalam upaya konservasi kenekaragaman hayati. Untuk itu Kemehut mengembangkan kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan daerah penyangga. Masyarakat sekitar hutan konservasi diberi kesempatan untuk melakukan penangkaran flora dan fauna, pemandu wisata dan kegaitan penelitian, pengembangan kerajinan lokal serta mengembangkan pengetahuan lokal. Bahkan melalui Permenhut P.48/Menhut-II/2010, pemerintah memberikan akses legal untuk masyarakat sekitar hutan menjadi pengelola usaha wisata alam. “Dengan begitu masyarakat mampu meningkatkan kewirausahaan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konservasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan perekonomian mereka. Masyarakat sejahtera tanpa mengorbankan hutan,”urainya.
Saat ini terdapat setidaknya 6.200 desa yang berada di kawasan hutan konservasi Indonesia. Dengan membuka akses pengelolannya kepada masyarakat diharapkan mampu mengurangi berbagai macam tindakan yang dapat merusak hutan seperti illegal logging, perambahan hutan, dan rusaknya ekosistem. Dicontohkannya, kerusakan yang terjadi di Taman Nasional Gunung Kerinci melibatkan sekitar 12.000 orang. “Kalau masyarakatnya terlibat semua bisa habis hutan kita, mau nangkap juga tidak bisa. Ya, itu memang bukan salah mereka,” jelasnya.
Oleh sebab itu pemerintah memberi akses masyarakat untuk mengeelola hutanagar masyarakat sekitar mendapatkan penghasilantambahan yang mensejahterakan. “Dengan demikian akan timbul sense of belonging yang akhirnya secara bersama-sama akan mengamankan hutan seperti miliknya sendiri. ,”terangnya.
Prof. Djoko Marsono, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM menilai sampai saat ini pengelolaan sumber daya hutan masih bersifat antroposentris yang kurang menhargai peranan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Salah satunya seperti yang terihat dalanm definisi hutan produksi dalam UU No. 41 Tahun 1999, RKYN, dan RKTP, dan desain pembangunan HTI. Selain itu penilaian kawasan hutan terlihat rendah jarena hanya didasarkan atas produk dan jasa buka berdasar valuasi ekonomi yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. “Akibatnya degradasi hutan semakin meningkat,” katanya.
Dalam kesempatan itu Djoko Marsono juga menyototi tentang draft RUU Kehati. Menurutnya RUU Kehati cenderung mengabaikan aspek ekosistem dan mengingkari peran kawasan konservasi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. “Dalam RUU Kehati disebutkan bahwa kawasan konservasi sebagai benteng terakhir hutan tropika sering hanya dimaksudkan sebagai benteng terhadap pengawetan dan pemanfaatan flora fauna, mengabaikan ekosistem yang justru akan menimbulkan kerugian immaterial yang semakin banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)
Masyarakat Harus Berpartisipasi dalam Konservasi Hutan
Partisipasi ini
dilakukan untuk mengurangi kerusakan hutan lindung dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
Masyarakat adat Cireundeu. Terkenal dengan ketahanan pangan dengan
cara tradisional. (Meikio W Paendong/Fotokita.net)
Masyarakat lokal perlu berpartisipasi
dalam pengelolaan kawasan konservasi hutan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
tingkat kerusakan hutan lindung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
kawasan konservasi.
Hal ini disampaikan oleh Menteri
Kehutanan RI Zulkifli Hasan dalam seminar nasional “Menata Ulang Arah
Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya Bagi Kesejahteraan Rakyat
Secara Berkelanjutan" di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ,
Jumat (19/10).
Zulkifli mengatakan, tujuan konservasi
tidak hanya memberikan perlindungan pada kenekaragaman hayati semata. Tetapi
pemanfaatannya bisa mensejahterkan masyarakat sekitarnya.
"Kalau konservasi tidak bisa menyejahterakan masyarakat, maka akan terjadi konflik. Misalnya saja, masyarakat dengan semena-mena membunuh satwa, atau satwa sendiri yang gencar menganggu warga. Di sini terlihat masing-masing pihak saling terganggu habitatnya," tandasnya. Ia melanjutkan masyarakat sekitar hutan konservasi diberi kesempatan untuk melakukan penangkaran flora dan fauna, pemandu wisata dan kegiatan penelitian, pengembangan kerajinan lokal serta mengembangkan pengetahuan lokal. Bahkan melalui Permenhut P.48/Menhut-II/2010, pemerintah memberikan akses legal untuk masyarakat sekitar hutan menjadi pengelola usaha wisata alam.
"Kalau konservasi tidak bisa menyejahterakan masyarakat, maka akan terjadi konflik. Misalnya saja, masyarakat dengan semena-mena membunuh satwa, atau satwa sendiri yang gencar menganggu warga. Di sini terlihat masing-masing pihak saling terganggu habitatnya," tandasnya. Ia melanjutkan masyarakat sekitar hutan konservasi diberi kesempatan untuk melakukan penangkaran flora dan fauna, pemandu wisata dan kegiatan penelitian, pengembangan kerajinan lokal serta mengembangkan pengetahuan lokal. Bahkan melalui Permenhut P.48/Menhut-II/2010, pemerintah memberikan akses legal untuk masyarakat sekitar hutan menjadi pengelola usaha wisata alam.
Terkait wisata alam, Menteri juga
menambahkan bahwa saat ini lebih dari 50 taman nasional yg belum terkelola
dengan baik. Selain peran pemerintah daerah yang belum mamadai, juga karena
sumber daya manusia yang terbatas.
"Di Singapura dan Jerman, hutan
sudah menjadi tempat wisata. Ini bukti bahwa masyarakat mampu meningkatkan
kewirausahaan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konservasi. Masyarakat pun
sejahtera tanpa mengorbankan hutan,” urainya.
Saat ini terdapat setidaknya 6.200 desa
yang berada di kawasan hutan konservasi Indonesia . Dengan membuka akses
pengelolannya kepada masyarakat diharapkan mampu mengurangi berbagai macam
tindakan yang dapat merusak hutan seperti illegal logging, perambahan hutan, dan
rusaknya ekosistem.
Djoko Marsono, Guru Besar Fakultas
Kehutanan UGM menilai, sampai saat ini pengelolaan sumber daya hutan masih
bersifat antroposentris. Artinya, pengelolaan kurang menghargai peranan
perlindungan sistem penyangga kehidupan.
"Penilaian kawasan hutan terlihat
rendah karena hanya didasarkan atas produk dan jasa buka berdasar valuasi
ekonomi yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Akibatnya degradasi
hutan semakin meningkat,” katanya.
Djoko juga menyototi tentang draft RUU Keanekaragaman Hayati (Kehati).
Menurutnya, RUU Kehati cenderung mengabaikan aspek ekosistem dan mengingkari
peran kawasan konservasi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.
“Dalam RUU Kehati disebutkan bahwa
kawasan konservasi sebagai benteng terakhir hutan tropika sering hanya
dimaksudkan sebagai benteng terhadap pengawetan dan pemanfaatan flora fauna,
mengabaikan ekosistem yang justru akan menimbulkan kerugian immaterial yang
semakin banyak,” ujarnya.
(Olivia Lewi Pramesti)
(Olivia Lewi Pramesti)
PENGERTIAN HUTAN KONSERVASI
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya.
Hutan konservasi terdiri dari: Kawasan hutan Suaka
Alam (KSA) berupa Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM); Kawasan hutan
Pelestarian Alam (KPA) berupa Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura) dan Taman
Wisata Alam (TWA); dan Taman Buru (TB). Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) adalah
hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, dan juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Kawasan hutan Pelestarian
Alam (KPA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya. Masing-masing bagian dari KSA dan KPA dijelaskan lebih lanjut
sebagai berikut:
CAGAR ALAM (CA)
adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri kekhasan
tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan perkembangannya
berlangsung secara alami. SUAKA
MARGASATWA (SM)
adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dn atau keunikan jenis satwa bagi ilmu pengetahuan dan
kebudayaan dan kebanggaan nasional yang untuk kelangsungan hidupnya dapat
dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau
satwa, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Nasional dilakukan
oleh Pemerintah.
adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan
jenis asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan
rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya dilakukan oleh Pemerintah.
adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Pengelolaan Kawasan
Taman Wisaha Alam dilakukan oleh Pemerintah.
TAMAN BURU (TB)
adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat
wisata berburu.Sumber : http://foresterlife.blogspot.com/2010/12/pengertian-hutan-konservasi.html
KENALI HUTAN PADA ANAK KITA
Lingkungan hidup bukanlah warisan nenek moyang, melainkan titipan anakcucu kita di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pelestarian lingkunganmenjadi sangat penting untuk menyiapkan generasi yang akan datang agarmereka bisa hidup dengan aman dan nyaman.
Jika lingkungan tidak dijaga dari sekarang, bukan tidak mungkin generasi anakcucu kita nanti akan menemui lingkungan yang rusak. Gunung dan hutan yanggundul atau tidak akan melihat lagi hijaunya pepohonan. Penyelamatan Hutan
Begitu pentingnya Konservasi Hutan dan pemeliharaan lingkungan, hingga negara-negara di dunia ini mengadakan pertemuan khusus untuk membahas perubahan iklim.
Jika kita mengikuti berita baik di koran maupun televisi tentang pertemuan tersebut, kita akan mendapatkan informasi betapa mengerikannya efek pemanasan global yang terjadi di dunia akhir-akhir ini. Bahkan menurut
sebagian ilmuwan, jika pemanasan itu terus berlanjut, maka es di kutub akan meleleh.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk konservasi hutan adalah tidak menebang hutan, pohon-pohonan banyak ditanam, pasti pemanasan global tersebut bisa dikurangi. Kita semua bertanggungjawab mengatasi persoalankerusakan lingkungan ini.
Meski pelestarian lingkungan hidup menjadi tanggungjawab semua orang, namun generasi muda lebih memegang peranan. Sebab, generasi muda memiliki kesempatan lebih banyak untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya. Anak sekolah dasar, meskipun usianya masih sangat muda, sudah saatnya dikenalkan dengan masalah pelestarian lingkungan.
Pengenalan dini konservasi hutan pada anak diharapkan akan menjadi kesadaran dan penyadaran akan kelestarian lingkungan yang sudah tertanam sejak kecil. Banyak hal sederhana yang bisa ditanamkan pada anak baik di sekolah maupun di rumah. Tentu saja, peran orang tua dan guru juga sangat menentukan. Contoh sederhana saja, orang tua bisa mengajarkan membuang sampah pada tempat sampah yang disediakan. Tidak boleh membuang sampah pada sembarang tempat. Ajaklah anak-anak melihat lingkungan yang rusak dan beri pengertian akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan tersebut.
Pada kesempatan lain, ajaklah anak bermain di tempat yang lingkungannya tertata dengan baik. Disitu orang tua bisa memberikan gambaran, betapa enak dan nyaman jika lingkungan dijaga dengan baik.
Pendidikan yang ditanamkan sejak dini kepada anak, diharapkan bisa menjadi kebiasaan yang akan terus dilakukan hingga anak dewasa. Agar pendidikan di rumah benar-benar diterima dengan baik oleh anak, dibutuhkan kerjasama yang baik dari pihak sekolah. Sebab, sering anak lebih mendengar ucapan guru dibanding orang tua sendiri. Guru dianggap sebagai sosok yang harus ditiru anak.
Saat ini pemerintah sudah mengenalkan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai mata pelajaran muatan lokal(mulok), sehingga anak akan lebih memberikan perhatian terhadap konservasi hutan dan perhatian terhadap lingkungannya. Dengan cara ini, anak akan dipaksa belajar menghargai dan menjaga lingkungan hidup yang ada.
Sumber : http://www.anneahira.com/konservasi-hutan.htm
HUTAN KONSERVASI
Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan konservasi terdiri dari:
a. kawasan hutan suaka alam,
b. kawasan hutan pelestarian alam, dan
c. taman buru.
(Pasal 7 UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan)
KAWASAN HUTAN SUAKA ALAM
Kawasan Suaka Alam terdiri dari :
1. Kawasan Cagar Alam; (daftar cagar alam)
2. Kawasan Suaka Margasatwa.(Daftar Suaka Marga Satwa)
Cagar Alam
KAWASAN HUTAN PELESTARIAN ALAM
Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari :
1. Kawasan Taman Nasional;
2. Kawasan Taman Hutan Raya;
3. Kawasan Taman Wisata Alam.
Taman Nasional
Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut
Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan
Kawasan Suaka Alam terdiri dari :
1. Kawasan Cagar Alam; (daftar cagar alam)
2. Kawasan Suaka Margasatwa.(Daftar Suaka Marga Satwa)
Cagar Alam
Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yangperlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem;
- Mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum terganggu;
- Terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaannya terancam punah;
- Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;
- Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;dan/atau
- Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi. (Pasal 6 PP No. 28 Th. 2011)
Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasatwa apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasatwa apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
- merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau hampir punah;
- memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
- merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau
- mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa. (Pasal 7 PP No. 28 Th. 2011)
KAWASAN HUTAN PELESTARIAN ALAM
Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari :
1. Kawasan Taman Nasional;
2. Kawasan Taman Hutan Raya;
3. Kawasan Taman Wisata Alam.
Taman Nasional
Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
Taman Hutan Raya (Tahura)Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
- memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik;
- memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
- mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan
- merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan. (Pasal 8 PP No. 28 Th. 2011)
Kawasan Taman Hutan Raya (tahura) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Hutan Raya, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:- memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;
- mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa;
- merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah.
Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut
- mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau bentang alam, gejala alam serta formasi geologi yang unik
- mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan
- kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Sumber : http://blogmhariyanto.blogspot.com/2010/02/hutan-konservasi.html
Langganan:
Postingan (Atom)