Rabu, 07 November 2012

R E B O I S A S I H U T A N


Merusak itu mudah. Apa pun urusannya, apa pun konteks dan waktunya, merusak itu mudah. Pohon mahoni berumur 2 tahun yang sudah setinggi kirakira 3 meter, lalu ditebang hanya dalam waktu kurang dari 10 menit. Waktu dua tahun menanti sebuah pohon untuk tegak, hijau dan memberikan manfaat pada kehidupan bukanlah waktu yang sekejap. Selain itu butuh energi dan dana untuk membangunnya lagi. Begitu pun dengan reboisasi hutan. Dana yang dibutuhkan dan dikeluarkan untuk reboisasi banyak hutan yang rusak bukanlah perkara mudah. Ada birokrasi tertentu yang terkadang membuat dana tersebut terhambat keluar.

Jutaan hektar sudah hutan Indonesia rusak. Pada 2007, pemerintah menyediakan dana sebesar 5,7 triliun untuk menanami kembali hutan seluas 2 hektar. Tinggikah nilai itu? Mungkin masih kurang karena Indonesia kehilangan hutannya sekitar 2,8 juta hektar setahun. Padahal, reboisasi bukanlah sulap. Reboisasi adalah proses panjang yang membutuhkan banyak pihak untuk saling bekerja sama.

Reboisasi Hutan agar Bumi Tetap Hijau

Hutan merupakan bagian penting dalam siklus karbon global karena pepohonan di dalamnya menyerap karbon dioksida melalui proses fotosintesis. Dengan menyerap karbon dari permukaan bumi, hutan berfungsi sebagai penyimpan karbon dalam jumlah banyak. Meskipun banyak karbon dihasilkan dan meracuni udara bumi, pohon bisa menyerapnya dengan baik. Dengan demikian, melestarikan hutan adalah upaya efektif mencegah (memperlambat) terjadinya pemanasan global.

Ada 4 strategi inti yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah emisi karbon melalui pengelolaan hutan, yakni dengan meningkatkan jumlah tanah hutan melalui proses reboisasi, meningkatnkan kepadatan karbon di hutan-hutan melalui proses reboisasi, meningkatnkan kepadatan karbon di hutan-hutan yang sudah ada, dan mengurangi pengeluaran emisi karbon yang menyebabkan gundulnya hutan dan semakin terpolusinya bumi.

Reboisasi adalah strategi yang tepat untuk dilakukan. Untuk melaksanakan program reboisasi, dibutuhkan usaha yang besar dan menyeluruh. Meski terkesan sulit, banyak organisasi di dunia yang berusaha mengampanyekan penanaman pohon untuk memerangi emisi karbon yang mengakibatkan perubahan iklim. Sebut saja di Cina, Jane Goodall Institute meluncurkan proyek Jutaan Pohon di wilayaj Kulun Qi, pedalaman Mongolia. Lokasi tersebut dipilih agar proses penggurunan terhenti.

Cina sendiri telah memanfaatkan lahan seluas 24 miliar meter persegi untuk membuat dan menanami hutan baru serta menumbuhkan kembali hutan alami untuk mengurangi emisi bahan bakar minyak yang terjadi di Cina sejak tahun 2000. Sementara itu di Pulau Jawa, Indonesia, diterapkan peraturan agar para calon pengantin memberikan 5 semaian (bibit) kepada penasihat pernikahannya, agar mereka bisa menanamnya untuk mencegah pemanasan global. Sementara itu jika ada pasangan yang bercerai, ia harus memberi 25 semaian kepada mantan pasangannya tersebut.

Strategi reboisasi yang kedua adalah bagaimana memilih spesies untuk ditanam di hutan. Secara teori, menanam pohon jenis apa pun membantu pertumbuhan hutan untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Namun di sisi lain, sebuah pohon yang sudah dimodifikasi susunan genetisnya bisa tumbuh lebih cepat dari pohon normal. Pepohonan seperti ini banyak digunakan di industri biofuel dan kayu. Pohon yang bisa tumbuh dengan cepat ini tak hanya menguntungkan ditanam bagi pelaku industri, tetapi juga baik jika ditanam di hutan untuk dapat menyerap karbon secara lebih cepat.

Pengelolaan Program Reboisasi Hutan

Pelaksanaan reboisasi untuk area yang luas bisa dilakukan dengan mengukur luas hutan dan mengebor (melubangi) area tersebut agar pohon-pohon yang ukurannya besar bisa ditanam dengan baik. Pemupukan secara alami bisa dilakukan di area yang kurang subur tanahnya. Permasalahan yang kini masih menjadi perdebatan dalam pengelolaan reboisasi adalah apakah hutan hasil reboisasi akan memiliki biodiversitas yang sama dengan hutan yang sebelumnya.

Jika hutan yang lama digantikan hanya oleh satu spesies pohon tertentu dan beragam tumbuhan lain dilarang untuk tumbuh, sebuah hutan homogen adalah hasilnya. Akan tetapi, kebanyakan program reboisasi hutan melingkupi penanaman berbagai jenis spesies tanaman yang diambil dari beragam tempat.

Faktor penting lainnya adalah regenerasi alami atas beragam tanaman dan hewan yang mungkin terjadi. Di beberapa wilayah, kebakaran hutan selama beberapa ratus tahun terakhir menyisakan beberapa spesies tanaman tua di hutan tersebut. Sayangnya, pengelolaan reboisasi ini berbentrokan dengan penggunaan lahan lainnya, seperti memproduksi makanan, menggembalakan ternak, dan perlunya area kehidupan yang memadai luasnya demi pertumbuhan ekonomi. Selain itu bagi mereka yang skeptis, disinyalir terdapat risiko yakni karbon yang terserap di dalam hutan hasil reboisasi bisa kembali naik ke atmosfer jika terjadi kebakaran hutan.

Meski demikian, banyak ahli lingkungan yang meyakini bahwa reboisasi adalah salah satu cara efektif membuat bumi menjadi lebih muda. Hal ini pun diyakini oleh banyak negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Cina. Di Amerika Serikat, pengelolaan sumber daya hutan dan kegiatan penanaman kembali setelah ‘panen’ kayu adalah salah satu program penting dalam menjaga hutan. Sementara itu di Jerman, proses reboisasi dibutuhkan sebagai bagian dari hukum federal hutan. 31% area Jerman telah dijadikan hutan, itulah data yang didapatkan dari pemerintahnya pada tahun 2001 – 2003.

Reboisasi Hutan: Program “One Man, One Tree”

Apa kabar program "one man, one tree"? Masihkah gaungnya senyaring pada saat diluncurkannya? Proyek "one billion tree" yang juga dideklarasikan oleh pemerintah, tinggal slogankah atau ada implementasinya hingga saat ini? Tidak mudah mengubah pola pikir sebuah generasi. Dari pola pikir perusak, mau menang dan enak sendiri, ke arah pola pikir membangun dan memberi. Bila saja setiap individu di Indonesia ini dididik untuk lebih banyak memberi dan membangun, tentunya penanaman kembali hutan tidak akan menjadi masalah lagi. Semua orang ingin memberi dan membangun tanpa merusak. Bukti keseriusan pemerintah menangani reboisasi hutan belum terlalu terlihat. Malahan program masyarakat melalui LSM-LSM peduli lingkunganlah yang
proyek reboisasinya banyak dan lumayan terlihat bayangannya.

Bumi yang semakin meradang ini butuh selimut berupa kanopi hijauan daun yang dapat menurunkan temperatur hingga 3 derajat per pohon yang rindang. Tapi kini, hutan kota pun tak mampu membuat udara sedikit sejuk. Ini berarti efek dari pemanasan global sudah tiba atau mungkin ini bukan efeknya, melainkan sudah menjadi akibat dari pemanasan global yang sudah datang, bukan hanya mengintip.

Reboisasi Hutan: Hutan Mangrove dan Karang Laut

Keberadaan hutan mangrove tidak hanya sebagai penahan abrasi pantai tapi juga sebagai penyaring polusi. Tapi ternyata biaya reboisasi hutan mangrove tidak murah. Sebagai contoh, biaya reboisasi hutan mangrove di Lampung adalah 3 miliar. Belum lagi tempat lain. Ratusan miliar yang dibutuhkan untuk menghijaukan lagi tepian pantai. Selain itu, dibutuhkan tenaga orang-orang yang berdedikasi tinggi untuk memeliharanya.

Bila pernah menyusuri pantai mangrove di Bali yang kini sudah dijadikan objek wisata, maka para pelaku penanaman kembali hutan mangrove di tempat lain tentu akan semakin semangat. Betapa tidak. Manfaat hutan mangrove sangat banyak. Hutan mangrove merupakan habitat yang sangat tepat bagi para ikan. Jadi para nelayan akan sangat diuntungkan dengan adanya hutan mangrove ini.

Karang laut ternyata penyerap polusi yang cukup hebat. Tapi dengan banyaknya kerusakan akibat penangkapan ikan dengan bom dan karangkarang laut yang disalahgunakan membuat semakin rusak dan hilanglah karang laut tersebut. Biaya reboisasi hutan karang laut tentu lebih mahal lagi. Selain proses pelaksanaan yang membutuhkan keahlian khusus, peralatannya juga khusus. Akan tetapi Indonesia masih beruntung dengan adanya segelintir orang yang dengan semangat pembangunan merelakan diri dan mengabdikan ilmunya demi keselamatan karang laut Indonesia.

Sumber : http://www.anneahira.com/reboisasi-hutan.htm

Pengelolaan Kawasan Konservasi Terbuka Untuk Masyarakat


Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk mengelola kawasan konservasi hutan lindung. Langkah tersebut diharapkan mampu mengurangi tingkat kerusakan hutan lindung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan konservasi.
Tujuan konservasi tidak hanya perlindungan kenekaragaman hayati saja, tetapi juga pemanfaatannya bisa mensejahterkan masyarakat sekitarnya,” katanya Jum’at (19/10) di Fakultas Kehutanan UGM.
Dalam Seminar Nasional “Menata Ulang Arah Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya Bagi Kesejahteraan Rakyat Secara Berkelanjutan” Zulkifli mengatakan sebelumnya dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1990 diatur pengelolaan kawasan konservasi sepenuhnya dikelola oleh negara. Sementara dalam Rancangan Undang-undang Kenekaragaman Hayati (Kehati) membuka peluang adanya pihak swasta termasuk masyarakat untuk mengelola kawasan konservasi.
Menurut Zulkifli dukungan masyarakat sekitar hutan menjadi penting dalam upaya konservasi kenekaragaman hayati. Untuk itu Kemehut mengembangkan kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan daerah penyangga. Masyarakat sekitar hutan konservasi diberi kesempatan untuk melakukan penangkaran flora dan fauna, pemandu wisata dan kegaitan penelitian, pengembangan kerajinan lokal serta mengembangkan pengetahuan lokal. Bahkan melalui Permenhut P.48/Menhut-II/2010, pemerintah memberikan akses legal untuk masyarakat sekitar hutan menjadi pengelola usaha wisata alam. “Dengan begitu masyarakat mampu meningkatkan kewirausahaan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konservasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan perekonomian mereka. Masyarakat sejahtera tanpa mengorbankan hutan,”urainya.
Saat ini terdapat setidaknya 6.200 desa yang berada di kawasan hutan konservasi Indonesia. Dengan membuka akses pengelolannya kepada masyarakat diharapkan mampu mengurangi berbagai macam tindakan yang dapat merusak hutan seperti illegal logging, perambahan hutan, dan rusaknya ekosistem. Dicontohkannya, kerusakan yang terjadi di Taman Nasional Gunung Kerinci melibatkan sekitar 12.000 orang. “Kalau masyarakatnya terlibat semua bisa habis hutan kita, mau nangkap juga tidak bisa. Ya, itu memang bukan salah mereka,” jelasnya.
Oleh sebab itu pemerintah memberi akses masyarakat untuk mengeelola hutanagar masyarakat sekitar mendapatkan penghasilantambahan yang mensejahterakan. “Dengan demikian akan timbul sense of belonging yang akhirnya secara bersama-sama akan mengamankan hutan seperti miliknya sendiri. ,”terangnya.
Prof. Djoko Marsono, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM menilai sampai saat ini pengelolaan sumber daya hutan masih bersifat antroposentris yang kurang menhargai peranan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Salah satunya seperti yang terihat dalanm definisi hutan produksi dalam UU No. 41 Tahun 1999, RKYN, dan RKTP, dan desain pembangunan HTI. Selain itu penilaian kawasan hutan terlihat rendah jarena hanya didasarkan atas produk dan jasa buka berdasar valuasi ekonomi yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. “Akibatnya degradasi hutan semakin meningkat,” katanya.
Dalam kesempatan itu Djoko Marsono juga menyototi tentang draft RUU Kehati. Menurutnya RUU Kehati cenderung mengabaikan aspek ekosistem dan mengingkari peran kawasan konservasi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. “Dalam RUU Kehati disebutkan bahwa kawasan konservasi sebagai benteng terakhir hutan tropika sering hanya dimaksudkan sebagai benteng terhadap pengawetan dan pemanfaatan flora fauna, mengabaikan ekosistem yang justru akan menimbulkan kerugian immaterial yang semakin banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)

Masyarakat Harus Berpartisipasi dalam Konservasi Hutan


Partisipasi ini dilakukan untuk mengurangi kerusakan hutan lindung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat


Masyarakat adat Cireundeu. Terkenal dengan ketahanan pangan dengan cara tradisional. (Meikio W Paendong/Fotokita.net)
Masyarakat lokal perlu berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan konservasi hutan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kerusakan hutan lindung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan konservasi.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan dalam seminar nasional “Menata Ulang Arah Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya Bagi Kesejahteraan Rakyat Secara Berkelanjutan" di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Jumat (19/10).
Zulkifli mengatakan, tujuan konservasi tidak hanya memberikan perlindungan pada kenekaragaman hayati semata. Tetapi pemanfaatannya bisa mensejahterkan masyarakat sekitarnya.

"Kalau konservasi tidak bisa menyejahterakan masyarakat, maka akan terjadi konflik. Misalnya saja, masyarakat dengan semena-mena membunuh satwa, atau satwa sendiri yang gencar menganggu warga. Di sini terlihat masing-masing pihak saling terganggu habitatnya," tandasnya. 
Ia melanjutkan masyarakat sekitar hutan konservasi diberi kesempatan untuk melakukan penangkaran flora dan fauna, pemandu wisata dan kegiatan penelitian, pengembangan kerajinan lokal serta mengembangkan pengetahuan lokal. Bahkan melalui Permenhut P.48/Menhut-II/2010, pemerintah memberikan akses legal untuk masyarakat sekitar hutan menjadi pengelola usaha wisata alam.

Terkait wisata alam, Menteri juga menambahkan bahwa saat ini lebih dari 50 taman nasional yg belum terkelola dengan baik. Selain peran pemerintah daerah yang belum mamadai, juga karena sumber daya manusia yang terbatas.

"Di Singapura dan Jerman, hutan sudah menjadi tempat wisata. Ini bukti bahwa masyarakat mampu meningkatkan kewirausahaan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konservasi. Masyarakat pun sejahtera tanpa mengorbankan hutan,” urainya.

Saat ini terdapat setidaknya 6.200 desa yang berada di kawasan hutan konservasi Indonesia. Dengan membuka akses pengelolannya kepada masyarakat diharapkan mampu mengurangi berbagai macam tindakan yang dapat merusak hutan seperti illegal logging, perambahan hutan, dan rusaknya ekosistem.

Djoko Marsono, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM menilai, sampai saat ini pengelolaan sumber daya hutan masih bersifat antroposentris. Artinya, pengelolaan kurang menghargai peranan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

"Penilaian kawasan hutan terlihat rendah karena hanya didasarkan atas produk dan jasa buka berdasar valuasi ekonomi yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Akibatnya degradasi hutan semakin meningkat,” katanya.
Djoko juga menyototi tentang draft RUU Keanekaragaman Hayati (Kehati). Menurutnya, RUU Kehati cenderung mengabaikan aspek ekosistem dan mengingkari peran kawasan konservasi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.

“Dalam RUU Kehati disebutkan bahwa kawasan konservasi sebagai benteng terakhir hutan tropika sering hanya dimaksudkan sebagai benteng terhadap pengawetan dan pemanfaatan flora fauna, mengabaikan ekosistem yang justru akan menimbulkan kerugian immaterial yang semakin banyak,” ujarnya.
(Olivia Lewi Pramesti)

PENGERTIAN HUTAN KONSERVASI


Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

 Hutan konservasi terdiri dari: Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) berupa Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM); Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA) berupa Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura) dan Taman Wisata Alam (TWA); dan Taman Buru (TB). Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, dan juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 

Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Masing-masing bagian dari KSA dan KPA dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

CAGAR ALAM (CA) 
adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan perkembangannya berlangsung secara alami. SUAKA

MARGASATWA (SM) 
adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dn atau keunikan jenis satwa bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan kebanggaan nasional yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
TAMAN NASIONAL (TN) 
adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Nasional dilakukan oleh Pemerintah.

TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) 
adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya dilakukan oleh Pemerintah.

TAMAN WISATA ALAM (TWA) 
adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Pengelolaan Kawasan Taman Wisaha Alam dilakukan oleh Pemerintah.

TAMAN BURU (TB) 
adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.

Sumber : http://foresterlife.blogspot.com/2010/12/pengertian-hutan-konservasi.html


KENALI HUTAN PADA ANAK KITA


Lingkungan hidup bukanlah warisan nenek moyang, melainkan titipan anakcucu kita di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pelestarian lingkunganmenjadi sangat penting untuk menyiapkan generasi yang akan datang agarmereka bisa hidup dengan aman dan nyaman.

Jika lingkungan tidak dijaga dari sekarang, bukan tidak mungkin generasi anakcucu kita nanti akan menemui lingkungan yang rusak. Gunung dan hutan yanggundul atau tidak akan melihat lagi hijaunya pepohonan. Penyelamatan Hutan
Begitu pentingnya Konservasi Hutan dan pemeliharaan lingkungan, hingga negara-negara di dunia ini mengadakan pertemuan khusus untuk membahas perubahan iklim.
Jika kita mengikuti berita baik di koran maupun televisi tentang pertemuan tersebut, kita akan mendapatkan informasi betapa mengerikannya efek pemanasan global yang terjadi di dunia akhir-akhir ini. Bahkan menurut
sebagian ilmuwan, jika pemanasan itu terus berlanjut, maka es di kutub akan meleleh.


Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk konservasi hutan adalah tidak menebang hutan, pohon-pohonan banyak ditanam, pasti pemanasan global tersebut bisa dikurangi. Kita semua bertanggungjawab mengatasi persoalankerusakan lingkungan ini.
Meski pelestarian lingkungan hidup menjadi tanggungjawab semua orang, namun generasi muda lebih memegang peranan. Sebab, generasi muda memiliki kesempatan lebih banyak untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya. Anak sekolah dasar, meskipun usianya masih sangat muda, sudah saatnya dikenalkan dengan masalah pelestarian lingkungan.

Pengenalan dini konservasi hutan pada anak diharapkan akan menjadi kesadaran dan penyadaran akan kelestarian lingkungan yang sudah tertanam sejak kecil. Banyak hal sederhana yang bisa ditanamkan pada anak baik di sekolah maupun di rumah. Tentu saja, peran orang tua dan guru juga sangat menentukan. Contoh sederhana saja, orang tua bisa mengajarkan membuang sampah pada tempat sampah yang disediakan. Tidak boleh membuang sampah pada sembarang tempat. Ajaklah anak-anak melihat lingkungan yang rusak dan beri pengertian akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan tersebut.
Pada kesempatan lain, ajaklah anak bermain di tempat yang lingkungannya tertata dengan baik. Disitu orang tua bisa memberikan gambaran, betapa enak dan nyaman jika lingkungan dijaga dengan baik.
Pendidikan yang ditanamkan sejak dini kepada anak, diharapkan bisa menjadi kebiasaan yang akan terus dilakukan hingga anak dewasa. Agar pendidikan di rumah benar-benar diterima dengan baik oleh anak, dibutuhkan kerjasama yang baik dari pihak sekolah. Sebab, sering anak lebih mendengar ucapan guru dibanding orang tua sendiri. Guru dianggap sebagai sosok yang harus ditiru anak.

Saat ini pemerintah sudah mengenalkan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai mata pelajaran muatan lokal(mulok), sehingga anak akan lebih memberikan perhatian terhadap konservasi hutan dan perhatian terhadap lingkungannya. Dengan cara ini, anak akan dipaksa belajar menghargai dan menjaga lingkungan hidup yang ada.

Sumber : http://www.anneahira.com/konservasi-hutan.htm

HUTAN KONSERVASI


Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Hutan konservasi terdiri dari
a. kawasan hutan suaka alam, 
b. kawasan hutan pelestarian alam, dan 
c. taman buru. 
(Pasal 7 UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan)

KAWASAN HUTAN SUAKA ALAM
Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan

Kawasan Suaka Alam terdiri dari :

1. Kawasan Cagar Alam; (daftar cagar alam)
2. Kawasan Suaka Margasatwa.(Daftar Suaka Marga Satwa)

Cagar Alam
Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yangperlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem; 
  2. Mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum terganggu; 
  3. Terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaannya terancam punah; 
  4. Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya; 
  5. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;dan/atau 
  6. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi. (Pasal 6 PP No. 28 Th. 2011)
Suaka Margasatwa
Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasatwa apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau hampir punah;
  2. memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; 
  3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau 
  4. mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa. (Pasal 7 PP No. 28 Th. 2011)

KAWASAN HUTAN PELESTARIAN ALAM

Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari :
1. Kawasan Taman Nasional;
2. Kawasan Taman Hutan Raya;
3. Kawasan Taman Wisata Alam.

Taman Nasional 
Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik;
  2. memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
  3. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan
  4. merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan.  (Pasal 8 PP No. 28 Th. 2011)


Taman Hutan Raya (Tahura)
Kawasan Taman Hutan Raya (tahura) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Hutan Raya, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;
  2. mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa;
  3. merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah.

Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut

  1. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau bentang alam, gejala alam serta formasi geologi yang unik
  2. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan
  3. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Sumber : http://blogmhariyanto.blogspot.com/2010/02/hutan-konservasi.html