Rabu, 07 November 2012

R E B O I S A S I H U T A N


Merusak itu mudah. Apa pun urusannya, apa pun konteks dan waktunya, merusak itu mudah. Pohon mahoni berumur 2 tahun yang sudah setinggi kirakira 3 meter, lalu ditebang hanya dalam waktu kurang dari 10 menit. Waktu dua tahun menanti sebuah pohon untuk tegak, hijau dan memberikan manfaat pada kehidupan bukanlah waktu yang sekejap. Selain itu butuh energi dan dana untuk membangunnya lagi. Begitu pun dengan reboisasi hutan. Dana yang dibutuhkan dan dikeluarkan untuk reboisasi banyak hutan yang rusak bukanlah perkara mudah. Ada birokrasi tertentu yang terkadang membuat dana tersebut terhambat keluar.

Jutaan hektar sudah hutan Indonesia rusak. Pada 2007, pemerintah menyediakan dana sebesar 5,7 triliun untuk menanami kembali hutan seluas 2 hektar. Tinggikah nilai itu? Mungkin masih kurang karena Indonesia kehilangan hutannya sekitar 2,8 juta hektar setahun. Padahal, reboisasi bukanlah sulap. Reboisasi adalah proses panjang yang membutuhkan banyak pihak untuk saling bekerja sama.

Reboisasi Hutan agar Bumi Tetap Hijau

Hutan merupakan bagian penting dalam siklus karbon global karena pepohonan di dalamnya menyerap karbon dioksida melalui proses fotosintesis. Dengan menyerap karbon dari permukaan bumi, hutan berfungsi sebagai penyimpan karbon dalam jumlah banyak. Meskipun banyak karbon dihasilkan dan meracuni udara bumi, pohon bisa menyerapnya dengan baik. Dengan demikian, melestarikan hutan adalah upaya efektif mencegah (memperlambat) terjadinya pemanasan global.

Ada 4 strategi inti yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah emisi karbon melalui pengelolaan hutan, yakni dengan meningkatkan jumlah tanah hutan melalui proses reboisasi, meningkatnkan kepadatan karbon di hutan-hutan melalui proses reboisasi, meningkatnkan kepadatan karbon di hutan-hutan yang sudah ada, dan mengurangi pengeluaran emisi karbon yang menyebabkan gundulnya hutan dan semakin terpolusinya bumi.

Reboisasi adalah strategi yang tepat untuk dilakukan. Untuk melaksanakan program reboisasi, dibutuhkan usaha yang besar dan menyeluruh. Meski terkesan sulit, banyak organisasi di dunia yang berusaha mengampanyekan penanaman pohon untuk memerangi emisi karbon yang mengakibatkan perubahan iklim. Sebut saja di Cina, Jane Goodall Institute meluncurkan proyek Jutaan Pohon di wilayaj Kulun Qi, pedalaman Mongolia. Lokasi tersebut dipilih agar proses penggurunan terhenti.

Cina sendiri telah memanfaatkan lahan seluas 24 miliar meter persegi untuk membuat dan menanami hutan baru serta menumbuhkan kembali hutan alami untuk mengurangi emisi bahan bakar minyak yang terjadi di Cina sejak tahun 2000. Sementara itu di Pulau Jawa, Indonesia, diterapkan peraturan agar para calon pengantin memberikan 5 semaian (bibit) kepada penasihat pernikahannya, agar mereka bisa menanamnya untuk mencegah pemanasan global. Sementara itu jika ada pasangan yang bercerai, ia harus memberi 25 semaian kepada mantan pasangannya tersebut.

Strategi reboisasi yang kedua adalah bagaimana memilih spesies untuk ditanam di hutan. Secara teori, menanam pohon jenis apa pun membantu pertumbuhan hutan untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Namun di sisi lain, sebuah pohon yang sudah dimodifikasi susunan genetisnya bisa tumbuh lebih cepat dari pohon normal. Pepohonan seperti ini banyak digunakan di industri biofuel dan kayu. Pohon yang bisa tumbuh dengan cepat ini tak hanya menguntungkan ditanam bagi pelaku industri, tetapi juga baik jika ditanam di hutan untuk dapat menyerap karbon secara lebih cepat.

Pengelolaan Program Reboisasi Hutan

Pelaksanaan reboisasi untuk area yang luas bisa dilakukan dengan mengukur luas hutan dan mengebor (melubangi) area tersebut agar pohon-pohon yang ukurannya besar bisa ditanam dengan baik. Pemupukan secara alami bisa dilakukan di area yang kurang subur tanahnya. Permasalahan yang kini masih menjadi perdebatan dalam pengelolaan reboisasi adalah apakah hutan hasil reboisasi akan memiliki biodiversitas yang sama dengan hutan yang sebelumnya.

Jika hutan yang lama digantikan hanya oleh satu spesies pohon tertentu dan beragam tumbuhan lain dilarang untuk tumbuh, sebuah hutan homogen adalah hasilnya. Akan tetapi, kebanyakan program reboisasi hutan melingkupi penanaman berbagai jenis spesies tanaman yang diambil dari beragam tempat.

Faktor penting lainnya adalah regenerasi alami atas beragam tanaman dan hewan yang mungkin terjadi. Di beberapa wilayah, kebakaran hutan selama beberapa ratus tahun terakhir menyisakan beberapa spesies tanaman tua di hutan tersebut. Sayangnya, pengelolaan reboisasi ini berbentrokan dengan penggunaan lahan lainnya, seperti memproduksi makanan, menggembalakan ternak, dan perlunya area kehidupan yang memadai luasnya demi pertumbuhan ekonomi. Selain itu bagi mereka yang skeptis, disinyalir terdapat risiko yakni karbon yang terserap di dalam hutan hasil reboisasi bisa kembali naik ke atmosfer jika terjadi kebakaran hutan.

Meski demikian, banyak ahli lingkungan yang meyakini bahwa reboisasi adalah salah satu cara efektif membuat bumi menjadi lebih muda. Hal ini pun diyakini oleh banyak negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Cina. Di Amerika Serikat, pengelolaan sumber daya hutan dan kegiatan penanaman kembali setelah ‘panen’ kayu adalah salah satu program penting dalam menjaga hutan. Sementara itu di Jerman, proses reboisasi dibutuhkan sebagai bagian dari hukum federal hutan. 31% area Jerman telah dijadikan hutan, itulah data yang didapatkan dari pemerintahnya pada tahun 2001 – 2003.

Reboisasi Hutan: Program “One Man, One Tree”

Apa kabar program "one man, one tree"? Masihkah gaungnya senyaring pada saat diluncurkannya? Proyek "one billion tree" yang juga dideklarasikan oleh pemerintah, tinggal slogankah atau ada implementasinya hingga saat ini? Tidak mudah mengubah pola pikir sebuah generasi. Dari pola pikir perusak, mau menang dan enak sendiri, ke arah pola pikir membangun dan memberi. Bila saja setiap individu di Indonesia ini dididik untuk lebih banyak memberi dan membangun, tentunya penanaman kembali hutan tidak akan menjadi masalah lagi. Semua orang ingin memberi dan membangun tanpa merusak. Bukti keseriusan pemerintah menangani reboisasi hutan belum terlalu terlihat. Malahan program masyarakat melalui LSM-LSM peduli lingkunganlah yang
proyek reboisasinya banyak dan lumayan terlihat bayangannya.

Bumi yang semakin meradang ini butuh selimut berupa kanopi hijauan daun yang dapat menurunkan temperatur hingga 3 derajat per pohon yang rindang. Tapi kini, hutan kota pun tak mampu membuat udara sedikit sejuk. Ini berarti efek dari pemanasan global sudah tiba atau mungkin ini bukan efeknya, melainkan sudah menjadi akibat dari pemanasan global yang sudah datang, bukan hanya mengintip.

Reboisasi Hutan: Hutan Mangrove dan Karang Laut

Keberadaan hutan mangrove tidak hanya sebagai penahan abrasi pantai tapi juga sebagai penyaring polusi. Tapi ternyata biaya reboisasi hutan mangrove tidak murah. Sebagai contoh, biaya reboisasi hutan mangrove di Lampung adalah 3 miliar. Belum lagi tempat lain. Ratusan miliar yang dibutuhkan untuk menghijaukan lagi tepian pantai. Selain itu, dibutuhkan tenaga orang-orang yang berdedikasi tinggi untuk memeliharanya.

Bila pernah menyusuri pantai mangrove di Bali yang kini sudah dijadikan objek wisata, maka para pelaku penanaman kembali hutan mangrove di tempat lain tentu akan semakin semangat. Betapa tidak. Manfaat hutan mangrove sangat banyak. Hutan mangrove merupakan habitat yang sangat tepat bagi para ikan. Jadi para nelayan akan sangat diuntungkan dengan adanya hutan mangrove ini.

Karang laut ternyata penyerap polusi yang cukup hebat. Tapi dengan banyaknya kerusakan akibat penangkapan ikan dengan bom dan karangkarang laut yang disalahgunakan membuat semakin rusak dan hilanglah karang laut tersebut. Biaya reboisasi hutan karang laut tentu lebih mahal lagi. Selain proses pelaksanaan yang membutuhkan keahlian khusus, peralatannya juga khusus. Akan tetapi Indonesia masih beruntung dengan adanya segelintir orang yang dengan semangat pembangunan merelakan diri dan mengabdikan ilmunya demi keselamatan karang laut Indonesia.

Sumber : http://www.anneahira.com/reboisasi-hutan.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar